Otoritas Sang Pemimpin


Kegiatan ini sangat panjang perjalanannya, melewati ribuan rintangan dan masalah. Semuanya begitu sangat melelahkan, tidak terlepas dari konflik dan kekecewaan. Semua yang kita tekuni dalam kegiatan ini tidak terlepas dari kesungguhan kita dalam acara ini, entahlah ada atau tidak ada keikutsertaan kita ini menambah sinergi baru untuk kegiatan ini ataukah tidak.
Kegiatan ini bermula dan muncul konflik pada proker “Open recruitment”, entah dimana yang salah saya pun sebagai bagian dalam panitia itu ikut merasa bersalah. Apalagi termasuk kepanitiaan bagian korwat pendaftaran. Orang yang daftar pada saat itu ada 33 orang. Walau tidak sesuai dengan target yang dibayangkan, namun cukuplah untuk open recruitmen part 2 ini.
Masalah itu muncul ketika H-1, ketika itu kita mengadakan teknikal meeting untuk persiapan peserta dalam kegiatan besok hari, ternyata peserta tidak ada satupun yang datang. Tidak ada satupun yang confirm untuk meminta izin tidak datang dalam teknikal meeting atau alasan yang tidak kita ketahui itu.
Ketegangan memuncak, sore itu aku ingat pukul 17.00 kita sibuk menelpon peserta untuk memastikan dalam keikutsertaan mereka dalam acara ini, satu persatu kita telpon. Dan ternyata, 90 persen dari mereka menyatakan tidak jadi untuk mengikuti acara yang kami adakan. Hampir putus asa, panitia termasuk saya didalamnya ikut panik dalam situasi seperti ini, akankah acara recruitment ini di cancel atau malah di gagalkan.
Sore itu saya mendapatkan PJ untuk memastikan kehadiran peserta akhwat. Dan ketua umum organisasi ini memberikan Ta’limat kepada seluruh pengurusnya, agar malam itu jam 8 kumpul di masjid nurul huda dengan bunyi sms yang terkesan sangat memaksa. Dalam benakku, aku berfikir mungkin ini karena saya, saya yang tidak bisa menjadi panitia di devisi pendaftaran. Sampai-sampai peserta tidak ada yang mau ikut acara ini.
Malam itu tepat pukul 8 malam, aku merasakan ketegangan yang luar biasa dalam organisasi ini, karena hanya organisasi ini di kuliah yang memang terkesan keras. Namun, jika dibandingkan dengan organisasi di sekolah lebih tegang organisasi sekolah. Kembali lagi pada pokok permasalahan, malam itu ketua organisasiku marah, namun marahnya sebatas dengan kesabaran dia, dia masih bisa menjaga emosi. Dia masih bisa meredam suara, walau aku  yakin di hatinya sangat jengkel kepada kami. Sampai-sampai handphonenya di banting mengarah kepada panitia akhwat.
Malam itu bertambah ketegangan yaitu diambil sumpah kita, jika kita bersedia maka ucapkan bersedia dalam mengemban amanah ini, aku aadalah salah satu orang yang bersedia untuk mengemban amanah ini. Aku bilang insyaallah dibarengi dengan tetesan air mata ketika sang ketua menyatakan pernyataan kita dengan suaranya yang bergelegar membuat hati ini semakin takut, bukan takut kepadanya tapi takut akan janji yang aku buat sendiri, di dalam masjid, dan bersumpah yang bersedia itu telah disaksikan oleh Allah, sang ketua mengambil dan memegang sumpah kita saat itu.
Syuro malam itu diakhiri dengan tetap diadakannya kegiatan recruitment, namun tidak semewah tahun sebelumnya. Dengan peserta 8 orang akhwat dan 2 orang ikhwan. Namun kenyataannya adalah hanya 7 orang akhwat dan tidak ada peserta ikhwan.
Yah, mula-mula karena kegiatan itulah kenapa hari ini acara sekarang menjadi berkobar kemarahan dan banyak konflik yang terpendam. walau terlihat kami patuh akan kepada pemimpin acara ini tapi sebenarnya kami dibelakang dan di lubuk hati kami, kami tidak menerima sikap otoriter yang dia tunjukkan. “sekarep dewek” menurut bahasa jawanya sih.

Postingan populer dari blog ini

Syarat TES yang baik